
Jakarta, 14 November 2025 — Nama Rocky Gerung terus menjadi sorotan dalam wacana publik Indonesia. Dikenal sebagai akademisi, filsuf, dan pengamat politik yang lantang, Rocky kerap memancing perdebatan melalui kritik tajamnya terhadap pemerintah maupun elite politik. Di tengah lanskap politik yang sering kali penuh basa-basi, gaya bicaranya yang lugas membuat banyak orang menaruh perhatian — baik yang mengagumi maupun yang menentang.
Lulusan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) ini memulai karier akademiknya sebagai dosen filsafat. Namun, ketenaran Rocky meluas setelah sering tampil di berbagai program diskusi politik di televisi dan kanal YouTube. Dalam forum-forum tersebut, ia menyoroti isu demokrasi, kebebasan berpendapat, serta moralitas kekuasaan.
“Filsafat adalah seni berpikir bebas. Kalau berpikir saja dibatasi, bangsa ini kehilangan arah,” ujarnya dalam salah satu diskusi publik beberapa waktu lalu.
Rocky dikenal dengan gaya argumentasi yang tajam dan sering menggunakan istilah filsafat untuk mengkritisi kebijakan pemerintah. Pandangannya kerap memicu pro-kontra, terutama ketika menyinggung tokoh atau lembaga tertentu. Meski demikian, ia menegaskan bahwa kritik bukan bentuk kebencian, melainkan bagian dari tanggung jawab intelektual.
“Demokrasi tanpa kritik hanyalah teater kekuasaan,” katanya dalam sebuah wawancara.
Sikapnya yang blak-blakan beberapa kali membuat Rocky berhadapan dengan laporan hukum, terutama dari pihak yang merasa tersinggung oleh ucapannya. Namun, hingga kini, ia tetap mempertahankan posisi sebagai intelektual independen yang tidak terikat pada partai politik mana pun.
Pengamat komunikasi politik menilai keberadaan sosok seperti Rocky penting dalam menjaga keseimbangan wacana di ruang publik. “Rocky Gerung mewakili tradisi intelektual yang menantang status quo. Ia menjadi simbol bahwa berpikir kritis masih punya tempat di Indonesia,” ujar dosen komunikasi politik Universitas Paramadina, Laila Siregar.
Rocky juga aktif berbicara mengenai pentingnya kebebasan akademik dan etika berpikir di dunia pendidikan. Ia kerap mengkritik sistem pendidikan yang menurutnya terlalu menekankan hafalan daripada logika dan nalar kritis. Baginya, tugas pendidikan bukan hanya mencetak pekerja, tetapi juga melahirkan warga negara yang berani berpikir.
Selain aktif berdiskusi di berbagai forum, Rocky juga menjadi pembicara di sejumlah kampus dan lembaga swadaya masyarakat. Melalui media sosial dan kanal digital, pemikiran-pemikirannya kini menjangkau audiens muda yang tertarik pada isu demokrasi dan kebebasan berpikir.
Meski menuai kontroversi, banyak yang menilai Rocky berperan penting dalam menghidupkan debat intelektual di Indonesia. Di tengah maraknya polarisasi politik, kehadirannya dianggap sebagai pengingat bahwa perbedaan pandangan seharusnya disikapi dengan argumen, bukan permusuhan.
Kini, di usianya yang memasuki kepala enam, Rocky Gerung tetap konsisten dengan perannya sebagai provokator intelektual — istilah yang sering ia pakai sendiri. Dengan gaya retorikanya yang khas, ia terus menantang publik untuk berpikir lebih dalam tentang makna kekuasaan, kebenaran, dan kebebasan.
